Sabtu, 07 September 2013

Yang pertama

Aku pernah jadi orang yang pertama datang ke bandara, selain petugas. 
Aku pernah jadi orang terakhir di bandara, selain petugas bandara. 

Mari kita mulai dengan yang pertama. 
Waktu itu musim panas tahun 2012.
Aku dan amma, ke halte bis dekat stasiun hiu. 
Menunggu bis paling malam yang ke bandara nagasaki. 
Datang satu bis, ke nagasaki. Tapi ternyata ke arah kota, bukan ke bandara nagasaki yang ada di omura. 
Karena sudah malam dan sepertinya tidak akan ada bis ke nagasaki yang lewat, kami memutuskan untuk naik kereta. Itu juga setelah mendengar saran dari salah satu penumpang bis untuk menggunakan kereta. 
Jujur saja ini pengalaman pertama. Kami tidak tahu bagaimana cara ke bandara dengan naik kereta. Yang kami tahu bandara berada di omura. 
Di kereta, kami ingat kalau kami punya teman yang tinggal di omura. Kami sangat ingin menumpang menginap, karena kami tau bandara nagasaki kecil. Jadi kecil kemungkinan dia buka 24 jam. (Dan entah kenapa kami baru sadar itu di atas kereta yang membawa kami ke omura.) Tapi mengingat kami tidak terlalu akrab, kami memutuskan untuk tidak menginap saja. Kami justru bertanya padanya, adakah family restaurant di sekitar stasiun omura? Yak, kami berencana menginap di sana malam itu. 
Teman kami itu menjelaskan, tapi kami tidak terlalu mengerti. 
Akhirnya kami sampai di stasiun omura. Hampir tengah malam. Berjalan malam-malam berdua, dua-duanya cewek. Membawa koper besar dan tas besar kemana-mana tentu tidak nyaman. Apalagi sudah malam, ngantuk. 
Kami memutuskan untuk menitipkan tas dan koper besar kami ke loker di stasiun. Kami hanya membawa barang seperlunya. 
Waktunya menjelajah omura, mencari restoran yang kira-kira mau menampung kami. Memanfaatkan peta di hp, kami berjalan. Berharap semoga jalan yang kami tempuh tidak salah. 
Aku mengetikkan Joyful. Itu nama reatoran dimana teman-teman kami suka belajar lama, sambil menikmati drink as you want, atau di sini dikenal dengan nomihoudai. Kadang mereka belajar dari malam sampai pagi, di saat-saat menjelang ujian. Jadi aku pikir, sepertinya aman kalau kami ke sana. 
Aku berteriak senang karena peta di hp menunjukkan jalan ke Joyful. 
Kami ikuti jalan itu, belok di setiap belokan yang dikatakan peta, terus berjalan. 
Tiba-tiba terlihat mcD. Kami sempat ragu, apakah harus terus berjalan atau ganti arah ke mcD saja. 
Mengingat betapa banyak yang ke Joyful dan sedikit bahkan jarang atau tidak pernah mendengar ada yang belajar di mcD, kami memutuskan ikuti peta ke Joyful. Iya, jalan ke Joyful masih belum ada tanda akan segera bertemu ujungnya. Tapi kami ikuti terus. 
Sampai tiba ke suatu gang yang agak sempit dibanding jalan yang dari tadi kami lewati. Kami sempat merasa aneh. Lumayan banyak taksi berseliweran di daerah itu. Banyak juga laki-laki, kadang perempuan, berdiri di tepi jalanan. Di depan rumah-rumah itu, setiap kami lewat mereka menatap kami, memperhatikan. Rasanya sangat aneh berada di sana. Tapi demi Joyful, kami tetap dan terus berjalan. Walau ada sedikit rasa takut. Kami belum sadar tempat apa itu. 
Dan sampailah kami di depan Joyful yang ditunjukkan oleh peta. Kami kaget. Itu bukan Joyful yang sering kami datangi, untuk sekedar makan siang atau menikmati nomihoudai atau teman kami biasa belajar. Ini mirip seperti rumah-rumah, bangunan-bangunan yang kami lewati tadi. Banyak lampu dan ada laki-laki di depannya. Kami merasa ciut. Sepertinya kami benar-benar tersesat. Kami segera tahu tempat apa itu. Setidaknya, mulai bisa menduga-duga. 
Sadar, kami segera balik badan. Keluar dari gang kecil itu. Menuju jalan raya, memutuskan untuk ke mcD. 
Ternyata mcD tidak seburuk yang kami bayangkan. Kami tetap bisa makan, minum. Sepertinya dia buka 24 jam juga. Bahkan ada colokan yang bisa dimanfaatkan untuk ngecas hp! 
Dan di meja seberang kami, ada sekumpulan pemuda-pemudi. Mereka mulai aktif tanya-tanya tak lama setelah kami sampai di sana. Mereka sangat ramah. Dari obrolan itu aku tau kalau mereka sedang belajar di sekolah yang mana nanti kalau lulus mereka bekerja di tempat rehabilitasi. Waw! Aku sering mendengar ada tempat rehabilitasi, tapi tak pernah sedikitpun membayangkan kalau ada sekolah khusus untuk itu. Well, memang sepantasnya ada sih. 
Akhirnya mereka harus pulang. Tinggallah aku dan amma. 
Malam semakin larut. Aku ngantuk. Mencoba tidur, dan sukses tidur dengan kepala aku sandarkan di meja. Amma masih terjaga. Dia masih membaca buku yang dipinjam dari perpus, tentang memproduksi insulin, dengan bantuan E. coli. 
Rasanya baru sebentar aku tidur, aku terbangun. Mbak-mbak yang jualan di mcD ini membangunkanku. Dia berteriak-teriak di dekat telingaku, "okyakusama, koko de nenaide kudasai (tamu yang terhormat, plis jangan tidur di sini)." Diulang-ulangnya terus kalimat itu sampai aku benar-benar terbangun dan hanya bisa berkata haik. 
Gagal total semua rencana. Ternyata nggak boleh tidur! Baiklah. 
Aku memutuskan untuk tetap bangun, bagaimanapun caranya. Aku bosan, pinjam buku amma, baca. Bosan lagi. Hahhh. Ngantuk lagi. 
Mbak-mbak itu lewat lagi, katanya lantainya mau dipel, kami diminta untuk pindah ke tempat lain yang sudah selesai dipel. Aku beli susu lagi. 
Sudah lumayan lama di sana, orang datang dan pergi. Ternyata ada juga yang ke mcD selain kami. Ya kalau nggak ada yang datang mcD nggak mungkin buka juga sih. 
Aku kaget, nggak sengaja nguping pembicaraan satu cowok dengan temannya. Sepertinya dia pelajar SMA. Ternyata mereka baru pulang dari bimbel. Man, ini jam berapa? Masih bimbel aja sampe dini hari! Glek. Aku nggak bisa mikir lagi. 
Akhirnya jam 6 pagi. Sepertinya bandara sudah buka. Kami meninggalkan mcD, menuju ke stasiun, ambil koper dan cau ke bandara naik taksi. Itu rencana kami. 
Tapi rencana hanyalah rencana. 
Amma yang bertugas mengambil koper, aku yang menjaga tas kami di luar stasiun. Tapi amma sangat lama. Apa susahnya ngambil koper? Kan punya kuncinya tinggal ambil. 
Amma muncul. Ternyata karena lewat dari jam 12 malam kami baru muncul, kami harus membayar lagi loker itu. Kunci yang dipegang amma nggak bisa dipake. Harus bilang ke petugasnya dulu. 
Setelahnya, kami memanggil taksi yang memang banyak di sekitar situ. Sopirnya lucu, tau tentang kecap. Kami mengobrol banyak dan agak sedikit mengurangi capek kami. Capek nyari bis, naik kereta, jalan cari joyful, balik lagi ke mcd, terus berusaha nggak tidur, jalan lagi ke stasiun, bayar koper lagi. 
Sampai di bandara. Bapak sopir taksi yang ramah pun pergi.
Di bandara masih sepi. Sangat sepi. Masih jam 7. Bapak yang bertugas baru saja membuka pintu bandaranya. 
Kami menjadi orang pertama yang datang ke bandara itu sebagai tamu. 
Perjalanan belum selesai, kami harus mencari pesawat yang akan membawa kami ke osaka. Di osaka kami juga harus mencari pesawat yang akan membawa kami ke indonesia. 
Tapi setidaknya, sampai di bandara kami merasa lega. Bukan karena menjadi yang pertama. Hahaha. 
Lega karena ini tempat umum! Kamu bebas melakukan apapun. Bebas yang bertanggung jawab ya. Maksudku, itu berarti aku bisa tidur! Kami tidur sebentar. Dan beberapa detik setelah sampai di pesawat, tanpa dikomando lagi kami pun tidur. Tidur terus sampai pesawat mendarat di osaka satu jam kemudian. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar